Rasulullah bersabda: ”Apabila ada sesuatu yang bergelojak dalam jiwa mu (rasa ragu-ragu/tidak puas hati) maka tinggalkanlah (perbuatan itu)” (HR Ahmad dan Ibn Hibban)
Secara fitrah, manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk melakukan kebaikan dan menjauhkan diri dari keburukan. Namun kekuatan fitrah ini kadang-kadang berhadapan dengan bisikan syaitan atau dorongan hawa nafsu, sehingga timbullah gejolak dalam jiwa. Saat itulah kita harus menentukan sikap.
Apabila gejolak jiwa itu cenderung untuk mengajak kepada keburukan, meninggalkan kebaikan, merosakkan izzah (rasa mulia) dan harga diri sebagai muslim, maka kita harus bersegera meninggalkan segala bisikan jahat tersebut.
Namun, kita juga harus menyedari bahawa meninggalkan bisikan jahat ini hendaknya diikuti dengan menguatkan aspek keimanan dengan memperbanyakkan zikir ketika bersendirian, bergaul dengan sahabat yang soleh, mengambil peranan sebagai seorang dai’e ketika berinteraksi dengan orang-orang yang buruk akhlaknya, serta terus menerus meningkatkan ilmu Islam dan berusaha mengamalkannya dalam kehidupan seharian dengan penuh keikhlasan, agar dorongan yang muncul dari dalam jiwa kita selepas itu adalah hammul khair (keinginan kuat untuk melakukan kebaikan). Seseorang mukmin itu selalu hidup di antara perbuatan baik dan niat untuk berbuat baik. Kerana inilah yang membezakan dengan orang-orang yang munafik.
Hadis: ”Barang siapa yang meninggal sedangkan ia tidak pernah berjihad dan tidak pernah meniatkannya di dalam hati maka ia mati di atas salah satu cabang kemunafikan”.
Seringkali gejolak jiwa terjadi pada seorang muslim ketika ia hendak melakukan perbuatan dosa, maksiat atau pun sesuatu yang diharamkan agama untuk pertama kalinya. Saat itu syaitan dan syahwatnya berusaha menjerumuskannya agar melakukan perbuatan tersebut, sedangkan akal dan nurani keagamaannya berusaha menolak ajakan tersebut, sehingga terjadilah pergolakan batin dalam jiwanya.
Hasan Basri berkata: ”Demi Allah, sesungguhnya kami tidak melihat seorang mukmin melainkan ia selalu mencela dirinya. Apa yang kau inginkan dari ucapan yang haram? Apa yang kau inginkan dari makanan yang haram? Apa yang kau inginkan dengan meniatkan sesuatu yang buruk? Adapun seorang penderhaka, maka ia akan melakukan apa saja yang diharamkan, sedangkan ia sama sekali tidak pernah mencela dirinya.”
Nafsu lawwamah adalah nafsu yang mencela pemiliknya atas kebaikan yang ditinggalkannya, sehingga ia menyesali apa yang sudah dilewatkan atau dilalaikan.
Hadis: ”Dosa adalah apa yang bergemuruh dalam hatimu dan engkau takut apabila orang-orang melihatnya (khususnya orang yang menjaga hubungan dengan Allah)”
”Tinggalkanlah apa yang meragukanmu menuju apa yang tidak meragukanmu” (HR Tirmidzi)
Secara fitrah kita menolak perbuatan dosa dan maksiat serta menyukai ketaatan dan kebaikan. Sabda Rasulullah: ”kebaikan itu kebiasaan, sedangkan keburukan itu pemaksaan.” (HR Thabrani)
Ini bererti kebaikan itu boleh diterima dengan mudah oleh seseorang muslim kerana ia sesuai dengan fitrahnya. Manakala keburukan itu sukar diterima kecuali dengan cara paksaan samada oleh kekuatan jahat dari luar mahupun kekuatan jahat dari dalam diri manusia itu sendiri. Hinggakan ketika hendak melakukan maksiat atau meninggalkan ketaatan, maka terjadilah penolakan dari fitrah keagamaan. Akibatnya terjadilah gejolak antara kekuatan kebaikan dan kekuatan keburukan dalam jiwanya.
Pada dasarnya nilai-nilai Islam adalah nilai-nilai yang universal, di mana semua manusia dengan latarbelakang agama apa pun akan menerima nilai Islam sebagai sebuah nilai kebaikan, sehingga bila seorang muslim akan atau telah melakukan pelanggaran terhadap nilai-nilai tersebut, maka ia akan merasa takut diketahui oleh orang lain dan timbullah gejolak dalam jiwanya.
Namun kadangkalanya iman seseorang itu lemah sehingga terlanjur melakukan maksiat, akan tetapi setelah itu ia mendapat kekuatan untuk bangkit melawan bisikan syaitan lalu bertaubat dengan taubat nasuha. Ini akan mempengaruhi jiwanya untuk merasa takut mengulangi kemaksiatan sebagaimana ia takut dilemparkan ke dalam api yang menyala-nyala.
Meskipun begitu ada juga berlaku di mana iman seseorang tidak sempat melawan sehingga timbul gejolak dalam jiwanya, namun imannya yang lemah mengalami kekalahan dan akhirnya ia melakukan perbuatan maksiat. Setelah itu imannya cuba bangkit untuk melawan, namun ia kalah kerana godaan syaitan dan merasai nikmat dalam melakukan maksiat, sehingga ia mengulangi perbuatan maksiat tersebut.
Rasulullah bersabda: ”Tidak ada seorang pun di antara kamu melainkan telah dijadikan untuknya pendamping dari syaitan,” Para sahabat bertanya: ”Apakah engkau juga wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, ”Ya, hanya saja Allah telah menolongku dalam menghadapinya sehingga ia menyerah dan tidak memerintahkanku kecuali kepada kebaikan.”
Oleh itu perlu berwaspada terhadap bisikan syaitan kerana syaitan sentiasa menyeru kepada keburukan. Hanya dengan pertolongan Allah sahaja boleh terselamat daripada bisikan jahat syaitan. Sehubungan itu, kita perlu melakukan amalan yang boleh mengundang pertolongan Allah bagi menyelamatkan kita daripada bisikan syaitan.
Antara perbuatan yang boleh mengundang bantuan Allah dan mengusir bisikan syaitan ialah berzikir.
”Sesungguhnya syaitan meletakkan penutupnya pada hati anak Adam. Jika ia melakukan dzikrullah maka ia akan lari. Jika ia melupakan Allah maka syaitan akan menguasai hatinya.” (HR Abu Ya’la)
Hendaklah kita tidak melakukan atau menyatakan sesuatu yang membuat syaitan semakin sombong dan sewenang-wenang.
Diriwayatkan bahawa ketika Rasulullah terjatuh dari atas keldainya, seorang sahabat yang membonceng dibelakangnya berkata: ”Celakalah syaitan.” Lalu Nabi S.A.W bersabda ,”Kamu jangan berkata , ”celakalah syaitan”, maka syaitan akan menjadi sombong dan berseloroh, ”Dengan kekuatanku aku telah menjatuhkannya,” Apabila kamu mengucapkan, ”Bismillah”, maka ia akan menjadi kerdil hingga seperti seekor lalat dan mudah dikalahkan. (HR Ahmad).
Menyedari bahawa kebaikan itu terletak pada ketaatan kepada hukum Allah, dan keburukan itu terletak pada perlanggaran terhadap perintah dan laranganNya. Kesedaran ini akan melahirkan kemampuan untuk membezakan antara bisikan jahat syaitan dengan suara nurani dan fitrah manusia. Jadi bisikan yang menyeru kepada meninggalkan sesuatu yang wajib atau sunnah dan mengerjakan perkara yang haram atau terlarang, itu adalah bisikan syaitan yang harus kita tinggalkan.
Membersihkan hati dari keinginan duniawi yang rendah sehingga yang mendominasi (menguasai) hati adalah hammul khair, keinginan kuat dan tekad untuk melakukan kebaikan. Hinggakan syaitan tidak memiliki peluang untuk membisikkan kejahatan kepada diri kita. Biasanya syaitan menggoda melalui lintasan fikiran yang dikuasai oleh kecintaan dunia. Namun apabila kita memenuhi pemikiran kita dengan amalan kebaikan dan urusan akhirat maka bererti kita telah menutup pintu syaitan dari menjerumuskan diri kita dengan bisikan jahatnya.
0 comments:
Post a Comment